Asad Amar

Film is 100% Architecture

22 January 2025 | Asad Amar


Judul diatas terinspirasi dari kalimat yang sering saya dengar dari mentor saya, Bapak Zairin Zain, seorang produser dan Sutradara senior yang juga salah satu tokoh perfilman Indonesia. Berikut adalah terjemahan saya atas apa yang saya pelajari selama ini terutama dari beliau.


Film adalah alat komunikasi yang kompleks, melibatkan berbagai elemen kreatif, teknis, dan emosional. Namun, di balik semua keindahan visual dan naratifnya, film adalah "arsitektur". Ya, membuat film adalah proses yang mirip dengan merancang dan membangun sebuah rumah. Seperti seorang arsitek, seorang pembuat film harus memastikan bahwa setiap bagian dari struktur berdiri kokoh, berfungsi dengan baik, dan menciptakan ruang yang menawan untuk para "penghuninya"—dalam hal ini, penonton.


Plan What You Will Shoot 

Sama seperti merancang sebuah bangunan, proses pembuatan film dimulai dari blueprint. Ini adalah tahap pre-production, di mana visi besar dituangkan ke dalam rencana konkret. Naskah (script) adalah fondasi utama—kerangka yang menentukan struktur cerita. Sutradara, produser, sinematografer, dan tim lainnya harus duduk bersama untuk memastikan setiap detail direncanakan dengan matang: lokasi, pencahayaan, blocking aktor, hingga alat teknis seperti kamera dan lensa yang akan digunakan.


Seorang arsitek tidak mungkin langsung membangun tanpa cetak biru, begitu juga sutradara tidak bisa langsung memulai syuting tanpa shot list, storyboard, atau bahkan scheduling. Tanpa perencanaan yang matang, produksi akan berjalan kacau. Oleh karena itu, pepatah industri film sering berkata, “If you fail to plan, you plan to fail.”


Shoot What You Plan

Rencana yang telah dibuat harus dieksekusi dengan tepat. Sama seperti seorang kontraktor yang membangun rumah sesuai desain arsitek, tim produksi harus berpegang teguh pada shot list dan jadwal yang telah ditentukan. Improvisasi memang mungkin terjadi di lapangan, tetapi kerangka besar harus tetap terjaga. Tidak ada ruang untuk pengambilan gambar yang asal-asalan, karena setiap detik di set adalah uang, tenaga, dan waktu yang berharga.


Mengalokasikan Waktu Shooting

Salah satu tantangan besar dalam produksi film adalah mengelola waktu. Waktu di set adalah aset yang paling berharga. Sebuah adegan yang direncanakan dengan buruk bisa memakan waktu berjam-jam dan merusak seluruh jadwal produksi. Oleh karena itu, alokasi waktu untuk setiap adegan harus dihitung dengan cermat, termasuk persiapan teknis, pengambilan gambar, hingga istirahat untuk kru dan aktor.


Reading & Rehearsal During Break Time 

Layaknya memeriksa desain bangunan sebelum konstruksi dimulai, aktor dan kru perlu memanfaatkan waktu istirahat untuk reading (membaca skrip) dan rehearsal (latihan). Ini memastikan bahwa semua orang memahami tujuan adegan berikutnya dan mengurangi risiko kesalahan di set. Praktik ini tidak hanya mempercepat proses syuting tetapi juga meningkatkan kualitas penampilan aktor dan efektivitas kerja kru.


Disiplin Waktu atau Terlambat

Dalam arsitektur, keterlambatan pada tahap konstruksi bisa mempengaruhi keseluruhan proyek. Hal yang sama berlaku untuk produksi film. Disiplin waktu adalah kunci sukses di set. Keterlambatan satu orang, entah aktor atau kru, bisa mengganggu jadwal dan meningkatkan biaya produksi. Sebagai pemimpin di lapangan, sutradara dan produser harus memastikan semua orang bergerak sesuai jadwal. Seperti kata Alfred Hitchcock, "Film adalah kehidupan tanpa momen-momen membosankan"—dan keterlambatan di set adalah momen yang paling membosankan (dan mahal). Setiap keterlambatan adalah cost.


It’s a Fun Teamwork

Film adalah kolaborasi, bukan pekerjaan individu. Dari sutradara hingga kru teknis, setiap orang memiliki peran yang sama pentingnya dalam membangun "rumah visual" ini. Seperti sebuah proyek arsitektur besar, keberhasilan film bergantung pada kerja sama tim yang solid. Komunikasi yang baik, saling mendukung, dan semangat kolektif adalah bahan bakar utama dalam menyelesaikan proyek.


Tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat hasil kerja keras tim menjadi nyata di layar. Di tengah tantangan yang ada, kolaborasi yang kuat membuat setiap proses terasa menyenangkan.


Music Illustration

Arsitektur tidak hanya tentang struktur fisik, tetapi juga tentang suasana yang diciptakannya. Dalam film, suasana ini diperkuat oleh musik ilustrasi. Musik memberikan jiwa pada film, membangun emosi penonton, dan menuntun narasi. Layaknya furnitur yang melengkapi sebuah rumah, musik adalah elemen penting yang membuat film terasa hidup. Kerja sama antara sutradara dan komposer adalah bagian penting dari proses ini.


Editing is Everything

Editing adalah tahap pasca-produksi yang setara dengan finishing dalam arsitektur—di sinilah semua elemen disatukan untuk menciptakan harmoni. Seperti memilih warna dinding atau bahan lantai dalam rumah, editor memilih gambar terbaik, menyusun adegan, menambahkan efek suara, dan menyempurnakan ritme narasi. Proses editing menentukan apakah film akan terlihat seperti "rumah" yang kokoh dan indah atau justru berantakan.


Walter Murch, salah satu editor legendaris, pernah mengatakan bahwa editing is like sculpture. Anda mengambil banyak bahan mentah (footage) dan memahatnya hingga menemukan bentuk akhir yang sempurna.




Film dan Arsitektur: Dua teknik yang Sama

Film dan arsitektur adalah dua teknik yang mirip. Keduanya membutuhkan visi besar, perencanaan matang, eksekusi yang presisi, dan kolaborasi yang solid. Jika arsitek menciptakan ruang untuk ditinggali, maka pembuat film menciptakan ruang untuk dirasakan. Dalam kedua dunia ini, kesempurnaan terletak pada detail.


Sebagai sutradara, produser, atau anggota tim produksi, ingatlah bahwa setiap langkah kecil dalam proses ini adalah batu bata yang membangun "rumah" film Anda. Dengan perencanaan, disiplin, dan kerja sama yang baik, Anda akan menciptakan "rumah" sinematik yang tak hanya berdiri kokoh, tetapi juga mampu menyentuh hati banyak orang.


Jadi dapat disimpulkan bahwa benar, Film adalah 100% Arsitektur.